JOMBANG, JOINMedia.id – Perjalanan hidup/nasib seseorang tidak ada yang tahu.
Boleh jadi awalnya berada di bawah, namun suatu saat bisa meraih kesuksesan di bidang ekonomi.
Hal tersebut sebagaimana dialami oleh Khoiri (59), warga Desa/Kecamatan Bandarkedungmulyo Kabupaten Jombang.
Pada tahun 1980 an, Khoiri muda berjuang di tengah kerasnya hidup dengan bekerja sebagai pedagang asongan.
Dengan modal yang tidak seberapa, ia membeli beberapa botol air minum kemasan dan cemilan, lalu dijajakan di dalam bus yang singgah di sekitar Braan Bandarkedungmulyo Jombang hingga Terminal lama Kertosono Nganjuk.
Pekerjaan tersebut dilakukan oleh Khoiri setiap hari.
“Saya ngasong (bekerja sebagai pedagang asongan) itu tiap hari, berangkat pagi sampe malam”, ujar Khoiri.
“Hasilnya ya ndak seberapa tapi alhamdulillah cukup untuk makan dan nabung sedikit-sedikit”, jelasnya.
Pertengahan tahun 1990 an, Khoiri mendapat tawaran pekerjaan yang lebih menantang dari temannya, yaitu menjadi kuli keruk pasir di sungai brantas.
Sejak itu, Khoiri meninggalkan pekerjaan asongannya dan menjadi pencari pasir di sungai Brantas.
Berbeda dengan keruk pasir di tempat lain, menjadi kuli keruk pasir di sungai brantas jauh lebih berat karena resikonya sangat besar.
Setiap hari ia harus bertaruh nyawa berenang dan menyelam ke dasar sungai brantas yang arusnya sangat deras.
“Waktu itu kerjanya masih manual mas, belum pake mesin. Saya nyari pasirnya itu nyilem (menyelam) sampai dasar sungai lalu ambil pasir dan dibawa ke tepi sungai. Begitu tiap hari”, kata Khoiri.
Karena tidak tega melihat pekerjaannya yang berat dan berbahaya, istri dan keluarganya meminta Khoiri berhenti dan mencari pekerjaan lain.
Atas saran dari beberapa temannya, saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, Khoiri kemudian mencoba berjualan sapi.
“Awalnya itu ada teman yang minta tolong saya untuk jualkan sapinya. Nah, setelah laku ternyata kok untungnya besar. Jadi pikir saya, ternyata enak ya jadi pedagang sapi”, kenang Khoiri.
“Sejak itulah saya terfikir untuk beli dan jualan sapi”, imbuhnya.

Bagi Khoiri, menjadi pedagang sapi ternyata sangat menyenangkan.
Setiap hari, ia bisa membeli sapi dan menjualnya kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Jadi pedagang sapi itu ternyata enak mas, contohnya saya beli sapi, kalo ada yang mau beli dan saya merasa sudah dapat untung itu bisa langsung saya jual lagi, jadi mudah dapat uangnya”, ujar Khoiri.
” Dibandingkan dengan ngasong atau cari pasir, ini (jualan sapi) resikonya kecil tapi untungnya lebih besar”, imbuhnya sambil tertawa.
Seiring berjalannya waktu, nama Khoiri sebagai pedagang sapi (blantik dalam bahasa jawanya) kian dikenal oleh masyarakat.
Setiap hari ia rutin mendatangi pasar-pasar hewan di daerah Jombang, Nganjuk dan Kediri.
Bahkan tak hanya di pasar saja, saat di rumah-pun Khoiri kerap didatangi warga yang ingin menjual sapinya.
Namun karena modal yang dimilikinya masih terbatas, pada tahun 2011 Khori mencoba mengajukan pinjaman modal ke BRI (Bank Rakyat Indonesia).
Hasilnya, saat itu Khoiri mendapat pinjaman pertamanya sebesar 25 juta rupiah.
Uang tersebut kemudian dipakai oleh Khoiri untuk membeli sapi-sapi warga yang dijual sehingga sapi dagangannya makin banyak.
“Dulu itu setiap kulakan saya hanya bisa beli satu atau dua sapi. Tapi dengan pinjaman BRI sekali datang di pasar saya bisa beli tiga hingga empat sapi”, kata Khoiri.
Setelah hutangnya lunas, pada tahun 2015 Khoiri kembali mengajukan pinjaman modal ke BRI untuk membeli sebuah mobil pickup tua milik temannya.
Sebab menurutnya, mobil pickup sangat ia butuhkan untuk mengangkut sapi dari pasar ke rumah atau sebaliknya, setiap hari.
“Dulu (sebelumnya) saya nyewa mas. Jadi tiap beli sapi dan bawa pulang atau dari rumah bawa sapi ke pasar itu saya nyewa (pickup)”, kata Khoiri.
Dengan memiliki mobil pickup sendiri, Khoiri tidak perlu mengeluarkan uang sewa untuk membawa dan mengirim sapi-sapi dagangannya.
Merasa sangat senang bermitra dengan BRI dan usahanya semakin maju, secara berturut-turut Khoiri kembali mengajukan dan mendapatkan pinjaman modal dari BRI.

Pada tahun 2018 Khoiri mendapat pinjaman sebesar 100 juta rupiah, lalu setelah lunas tahun 2021 kembali mendapatkan pinjaman sebesar 200 juta rupiah.
Selain untuk membeli sapi-sapi dagangan, uang tersebut juga dipakai oleh Khoiri untuk membeli satu buah truk agar bisa mengangkut sapi dengan jumlah yang lebih banyak.
“Dulu sekali jalan saya cuma bisa bawa dua atau tiga sapi maksimal (menggunakan pickup), sekarang tujuh sampai sepuluhpun bisa (pakai truk)”, jelas Khoiri.
Berkat kerjasama dengan BRI, di halaman depan dan belakang rumah Khoiri, yang terlihat kini tak hanya ada sapi saja, tapi juga berjajar kendaraan angkut hasil jerih payahnya, seperti truk, mobil pickup, hingga mobil dan motor untuk keluarganya.
Selama menjadi mitra dan bekerjasama dengan BRI, Khoiri merasa sangat senang karena usahanya semakin maju dan berkembang.
“Alhamdulillah, BRI itu sangat membantu mas. Gak bisa dibayangkan kalau gak ada bantuan modal, mungkin saya yang sudah tua ini masih jadi tukang asongan atau kuli pasir di (sungai) brantas”, pungkasnya.***