JOMBANG, JOINMedia.id – Dulu, jagung sering dianggap sebagai bahan pangan alternatif bagi warga kurang mampu.
Namun saat ini, Jagung telah menjadi makanan favorit tak hanya bagi kalangan kelas bawah, tapi juga bagi kelas menengah ke atas.
Hal itu terjadi lantaran semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan kandungan yang ada di dalam jagung serta manfaat mengonsumsinya.
Peluang inilah yang kemudian ditangkap oleh para produsen nasi ampok (sebutan bagi jagung giling yang telah dimasak) untuk menyajikan jagung dalam bentuk makanan kemasan/instan yang modern.
Salah satu warga yang kreatif membuat nasi ampok instan itu adalah Sulistyowati (48), warga Desa Dukuhklopo Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.
Disebut nasi ampok instan, karena penggunaan nasi ampok itu sangat praktis seperti mie instan.
“Cara makannya ini gampang, cukup diseduh dengan air panas, sudah, langsung bisa dimakan,” jelas Sulistyowati.
Sulistyowati mengaku telah mulai menjalankan usaha produksi nasi ampok instan pada tahun 2009.
Sebelumnya, ia dimintai bantuan oleh saudaranya untuk memasarkan produk nasi ampok kemasan buatan saudaranya tersebut di wilayah kota Jombang.

Meski awalnya banyak yang menolak, namun lama kelamaan banyak dari pemilik toko sembako di Jombang yang mau berlangganan.
Bahkan, makin banyaknya jumlah pesanan membuat saudaranya yang memproduksi nasi ampok kuwalahan.
Untuk mengatasinya, Sulistyowati kemudian mendapat kepercayaan dari saudaranya tersebut agar memproduksi nasi ampok sendiri.
“Karena kewalahan, kiriman dari saudara saya itu sering telat, kan eman mas, akhirnya saya disuruh buat sendiri untuk memenuhi pesanan. Saya ambil pasar daerah selatan Brantas dan saudara saya di wilayah utara Brantas,” ujarnya.
Sejak itulah, Sulistyowati menekuni usaha produksi nasi ampok kemasan.
Jika awalnya ia hanya memproduksi 20 kilogram jagung perhari, hanya dalam waktu beberapa bulan saja produksinya meningkat menjadi 2 kwintal jagung perhari.
Namun karena modalnya masih terbatas, pada tahun 2010, Sulistyowati nekat mengajukan pinjaman modal ke BRI (Bank Rakyat Indonesia).
“Saya pertama dapat pinjaman itu Rp 2 juta, waktu itu saya pakai untuk kulakan (belanja) jagung,” katanya.

Karena perkembangan usahanya dinilai bagus, pada tahun 2013, Sulistyowati mendapat pinjaman dana dari Dinas Koperasi dan UMKM Jombang sebesar Rp 100 juta.
Dana tersebut dipakai untuk membeli oven dan mesin penggilingan jagung.
Perlahan tapi pasti, usaha Sulistyowati terus berkembang, bahkan pasarnya tak hanya di wilayah Jombang saja, tapi juga ke beberapa daerah lain di Jawa Timur, seperti Mojokerto, Kediri, hingga Surabaya.
Kapasitas produksi Sulistyowati juga meningkat dari sebelumnya yang hanya dua kwintal menjadi 5 kwintal perhari.
Karena jumlah pesanannya terus bertambah, pada tahun 2020 Sulistyowati mencoba mengajukan pinjaman lagi ke BRI.
Saat itu, ia mendapat pinjaman kedua sebesar Rp 50 juta.
Uang tersebut dipakai oleh Sulistyowati untuk belanja jagung sehingga kapasitas produksinya meningkat hingga 1 ton perhari.
Pasar yang dijangkau Sulistyowati juga makin luas hingga keluar pulau jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi hingga Papua.
Pinjaman Rp 50 juta ke BRI mampu ia tutup hanya dalam waktu tiga bulan.

Namun karena kemampuan mesin giling jagungnya terbatas, pada tahun 2021, Sulistyowati kembali mengajukan pinjaman modal ke BRI hingga mendapatkan dana sebesar Rp. 150 juta.
Uang tersebut dipakai untuk membeli beberapa mesin giling sekaligus.
“Mesin giling yang baru itu terdiri dari beberapa bagian mas, pertama itu gilingnya masih agak kasar, kedua melembutkan dan ketiga lebih lembut lagi sekaligus membersihkan kotorannya,” jelas Sulistyowati.
Dengan mesin baru itu, kualitas nasi ampok yang dihasilkan menjadi lebih bersih sehingga daya tahannya lebih lama.
“Kalau digiling biasa ampoknya hanya bisa tahan 6 bulan, tapi kalau gilingnya pakai mesin baru itu ampoknya bisa tahan sampai 1 tahun,” imbuhnya.
Harga nasi ampok kemasan Sulistyowati bervariasi mulai dari yang termurah ukuran 125 gram Rp 17.500 dan yang termahal ukuran 150 gram seharga Rp 20 ribu perpack.
Dengan usahanya tersebut, omset yang diraup Sulistyowati mencapai lebih dari Rp 11 juta perhari.
Sejak awal menjalankan usaha, Sulistyowati memilih mengajukan pinjaman modal ke BRI karena merasa prosesnya sangat mudah dan bunganya kecil.
Dengan dukungan BRI, Sulistyowati berharap usahanya bisa terus berkembang dan menjadi lebih besar lagi.***