JOMBANG, JOINMedia.id – Menjadi jutawan mungkin tak pernah terbayangkan di benak Lewuk Sri Rejeki (47) warga Desa Kendalsari Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang.
Sebab dulu, Lewuk hanya bekerja sebagai buruh jahit tas hajatan yang penghasilannya hanya cukup untuk makan.
Guna memenuhi kebutuhan lainnya, Lewuk dan Suminto (50) suaminya, terpaksa harus mencari penghasilan tambahan dengan keliling (menjadi sales) menjual tas hajatan dari tempatnya bekerja.
Ia menawarkan tas hajatan dari satu toko ke toko lainnya di wilayah Jombang dan Mojokerto.
“Jadi pagi sampai sore itu saya njahit (menjahit tas hajatan) mas, lalu sorenya, saya keliling nawar-nawarkan tas dari bos saya ke toko-toko”, terang Lewuk kepada JOINMedia.id.
Terdorong oleh keinginan untuk merubah ekonomi keluarganya agar lebih baik, Lewuk dan suaminya kemudian nekat membuka usaha produksi tas hajatan sendiri.
Namun karena tidak punya modal, pada tahun 2012 Lewuk mencoba mengajukan pinjaman ke BRI.
Beruntung, saat itu Lewuk mendapat pinjaman modal pertama sebesar 25 juta rupiah.
Uang tersebut kemudian dipakai oleh Lewuk untuk membeli bahan berupa kain spound dan mesin jahit.
Di awal usahanya itu, Lewuk memproduksi rata-rata 600 lusin tas hajatan perbulan. Namun seiring berjalannya waktu, kapasitas produksinya terus bertambah.
Lewuk juga mulai merekrut beberapa tetangga untuk membantunya.

Jenis tas hajatan yang diproduksi Lewuk bermacam-macam, seperti jenis sarni, serut, pita emboss, pita motif, pita rempong, pita sablon, sarini jojon, pita jojon, dan masih banyak lagi.
Harga tas hajatan tersebut bervariasi, mulai dari yang termurah seharga 9 ribu dan yang termahal 45 ribu rupiah perlusin.
Untuk meningkatkan kapasitas produksinya, Lewuk kembali mengajukan pinjaman modal ke BRI.
Hasilnya, secara berturut-turut ia kembali mendapat pinjaman modal sebesar 75 juta rupiah pada tahun 2016, 100 juta rupiah pada tahun 2019 dan 400 juta rupiah pada tahun 2023.
Dengan penambahan modal itu, kapasitas produksi Lewuk juga terus meningkat dari 600 menjadi 2 ribu lusin, 6 ribu lusin, hingga kini mencapai lebih dari 10 ribu lusin perbulan.

Saat pandemi covid-19 banyak UMKM gulung tikar, Lewuk mengaku justru ketiban berkah.
Sebab saat itu pesanan tas hajatan makin meningkat seiring dengan adanya larangan kumpul-kumpul atau makan bersama dari Pemerintah.
“Pas covid itu pesanan malah ramai mas, karena orang kan dilarang kumpul-kumpul. Jadi kalau bikin acara, makanannya harus dibungkus dengan tas hajatan seperti ini untuk dibawa pulang, nggak boleh ada acara makan bersama di satu tempat”, ujar Lewuk sambil tersenyum.
Tas hasil produksinya dipasarkan Lewuk tak hanya di Jombang saja, tapi juga ke berbagai daerah lain seperti Mojokerto, Surabaya, hingga Tegal Jawa Tengah.
Lewuk mengaku merasa senang karena sejak awal memulai hingga sekarang usahanya bisa berjalan lancar.
Berkat suntikan modal yang dikucurkan BRI, omset yang diraup Lewuk kini melejit mencapai 150 hingga 200 juta rupiah perbulan.
“Alhamdulilah mas, atas bantuan BRI, saya bisa punya usaha seperti ini, bisa membahagiakan orang tua dan membuka lapangan kerja untuk para tetangga, alhamdulilah”, pungkas Lewuk.***