JOMBANG, JOINMedia.id – Bagi warga di Jombang, nama Desa Plumbon Gambang tentu sudah tidak asing lagi.
Desa yang terletak di wilayah Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang itu selama ini dikenal sebagai sentranya manik-manik.
Bahkan tak hanya di Jombang saja, kerajinan manik-manik dari Desa Plumbon Gambang juga telah mendunia.
Sehingga tak heran jika di desa tersebut kerap ada turis yang datang dan blusukan ke rumah-rumah warga khusus untuk belanja manik-manik.
Nur Wakit (58), salah satu perajin menjelaskan, manik-manik telah dikembangkan menjadi produk kerajinan unggulan oleh masyarakat di desanya sejak tahun 1978.
“Saat itu ada tiga warga di sini yang ingin membuat kerajinan khas”, ujar Nur Wakit kepada JOINMedia.id.
Ketiga orang tersebut memiliki pengalaman di bidang batu akik.
Setelah melakukan berbagai uji coba, mereka kemudian menemukan teknik pengolahan limbah pecahan kaca untuk dilebur dengan bara api menjadi butiran manik-manik yang indah.

Sejak itulah manik-manik di Desa Plumbon Gambang terus berkembang.
Banyak warga yang awalnya bekerja di bidang pertanian beralih membuka usaha produksi manik-manik.
“Bahannya dari limbah pecahan kaca, tapi dengan teknik tertentu kami bisa membuatnya menjadi butiran-butiran yang istimewa”, ungkap Nur Wakit.
Nur Wakit sendiri memulai usaha produksi manik-manik pada tahun 1996.
Bermodalkan ilmu dari kakaknya, ia memberanikan diri mengajukan pinjaman modal ke BRI sebesar 5 juta rupiah.
Uang tersebut dipakai oleh Nur Wakit untuk membeli peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan.

Seiring dengan kemajuan teman-temannya sesama perajin manik-manik di Desa Plumbon Gambang, usaha Nur Wakit juga terus berkembang.
Jika sebelumnya kegiatan produksi dilakukan sendiri, ia kemudian merekrut dua orang karyawan untuk membantunya.
“Dulu itu sehari dapat 10 kalung, 15 kalung, tapi setelah dibantu karyawan produksinya bisa nambah”, ujar Nur Wakit.
Tak ingin manik-manik hanya dikenal di Kabupaten Jombang saja, pada tahun 2015, Nur Wakit nekat mengajukan pinjaman modal ke BRI untuk membesarkan usahanya.
Saat itu, Nur Wakit mendapatkan pinjaman sebesar 350 juta rupiah.
Selain dipakai untuk membeli bahan dan peralatan, uang tersebut juga dipakai oleh Nur Wakit untuk menyewa toko dan membuka galeri manik-manik di Bali.
Hasilnya, ternyata luar biasa. Manik-manik dari Plumbon Gambang menjadi dikenal oleh turis-turis asing sehingga pesanan manik-manik dari luar negeri akhirnya mulai berdatangan.

Guna memenuhi pesanan yang melimpah, Nur Wakit menambah jumlah karyawannya menjadi 15 orang.
“Semua produksinya dilakukan di sini, yang saya rekrut jadi karyawan juga orang-orang sini”, kenang Nur Wakit.
Namun karena penasaran, tak sedikit dari turis-turis di Bali yang nekat datang ke Jombang hanya untuk melihat proses produksinya secara langsung.

Dari galerinya di Bali dan perkenalan dengan turis-turis asing itulah, Nur Wakit akhirnya rutin mendapatkan pesanan manik-manik dari berbagai Negara, seperti Cina, Australia, Thailand, Belanda hingga Inggris.
Tingginya jumlah pesanan tersebut membuat omset Nur Wakit juga melejit dari sebelumnya yang hanya lima hingga sepuluh jutaan menjadi ratusan juta rupiah perbulan.
“Alhamdulillah, Allah membukakan jalan mas, sehingga semuanya lancar”, pungkas Nur Wakit.***