Religi

Bukan Tebuireng, Ternyata Ini Pondok Pesantren Tertua di Jombang

×

Bukan Tebuireng, Ternyata Ini Pondok Pesantren Tertua di Jombang

Share this article
Kantor pondok pesantren Tambakberas di Jombang

JOMBANG, JOINMedia.id – Kabupaten Jombang merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang dikenal oleh masyarakat sebagai kota santri.

Salah satu Pondok Pesantren tertua di Jombang itu adalah Pondok Pesantren Tambakberas.

Pondok Pesantren Tambakberas diduga didirikan pada tahun 1830an atau setelah perang Diponegoro berakhir.

Sesuai namanya, Pondok Pesantren Tambak Beras terletak di Dusun Tambakberas Desa Tambakrejo Kecamatan Jombang.

Dari kota Jombang, Pondok Pesantren Tambakberas hanya berjarak 8,3 kilometer dan dapat dicapai dengan waktu perjalanan sekitar 19 menit.

SEJARAH

Pondok Pesantren Tambak Beras didirikan pertama kali oleh Kiyai Abdus Salam, salah satu tokoh dalam perjuangan melawan Belanda yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro.

Perang antara Pangeran Diponegoro melawan Belanda berlangsung selama 5 tahun, yaitu antara tahun 1825 hingga 1830.

Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda pada tanggal 28 Maret 1830, seluruh pengikutnya kemudian melarikan diri dan menyebar ke berbagai daerah.

Salah satunya adalah Kyai Abdus Salam yang masuk ke wilayah Kabupaten Jombang yang kala itu masih berupa hutan belantara.

Bersama 25 orang pengikutnya, Kiyai Abdus Salam kemudian membuka hutan dan mendirikan tempat tinggal di sebelah timur sungai Tambakberas.

Ada tiga bangunan yang didirikan saat itu, yaitu pondok kecil untuk tempat tinggal Kyai Abdus Salam, sebuah langgar (tempat ibadah) dan sebuah pondok kecil lainnya untuk tempat tinggal 25 orang pengikut sekaligus santrinya.

Itu sebabnya oleh masyarakat, Pondok yang dihuni oleh Kyai Abdus Salam dan 25 orang santrinya itu kemudian dikenal dengan nama Pondok Selawe (bahasa jawa yang artinya 25).

Secara silsilah, Kyai Abdus Salam sebenarnya adalah keturunan dari raja Brawijaya V.

Kyai Abdus Salam adalah putra dari Kyai Abdul Jabar bin (putra) Kyai Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin (putra) Kyai Abdurrohman (Joko Tingkir).

Seiring berjalannya waktu, jumlah santri yang belajar/mondok di Pondok Selawe terus bertambah.

Bahkan lingkungan tempat tinggal Kyai Abdus Salam yang dulunya hutan belantara kemudian berubah menjadi pemukiman penduduk.

Khawatir dengan pesatnya perkembangan Pondok yang dipimpin Kyai Abdus Salam, Belanda kemudian berusaha mencegah dengan menangkapnya.

Terakhir kali, Belanda mengirim seorang utusan untuk mengundang dan membawa Kyai Abdus Salam menghadap ke Belanda.

Di depan rumah Kyai Abdus Salam, utusan Belanda itu berteriak teriak memanggil nama Kyai Abdus Salam agar keluar dan mau dibawa ke Belanda.

Kyai Abdus Salam yang merasa kesal kemudian keluar dan membentak utusan yang berteriak teriak tersebut.

Anehnya, begitu mendapat bentakan dari Kyai Abdus Salam, utusan Belanda itu langsung terkapar tewas bersama kuda yang ditungganginya.

Karena bentakannya yang keras dan menakutkan itulah, Kyai Abdus Salam kemudian dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Shoichah yang artinya bentakan.

Kyai Abdus Salam atau mbah Shoichah memiliki istri seorang putri dari Demak yang bernama Muslimah.

Dari pernikahannnya tersebut, Kyai Abdus Salam memiliki putra/putri, diantaranya adalah Layyinah, Fatimah, Abu Bakar, Marfu’ah, Jama’ah, Mustaharoh, Ali Ma’un, Fatawi, dan Abu Syakur.

Dalam perkembangannya, Kiyai Abdus Salam kemudian menikahkan putri pertama dan keduanya dengan dua orang muridnya yang dianggap memiliki kemampuan lebih.

Dan dua murid yang beruntung itu adalah Kiyai Usman dan Kiyai Said.

Oleh Kiyai Abdus Salam, Kiyai Usman dinikahkan dengan putri pertamanya yang bernama Layyinah, sedangkan Kiyai Said dinikahkan dengan putri keduanya yang bernama Fatimah.

GENERASI KEDUA

Setelah berusia lanjut, Kyai Abdus Salam mewariskan Pondok Pesantren Tambakberas kepada dua orang murid yang sekaligus menjadi menantunya, yaitu Kyai Usman dan Kyai Said.

Mereka mengembangkan Pondok Pesantren Tambakberas menjadi dua cabang.

Kyai Usman mengajarkan ilmu Tarekat di timur sungai Tambakberas, sementara Kyai Said mengembangkan ilmu Syariat di sebelah barat sungai Tambakberas.

GENERASI KETIGA

Setelah Kyai Said wafat, pengurusan Pondok Pesantren Tambakberas diteruskan oleh putranya, yaitu Kyai Chasbullah.

Sedangkan pesantren Kyai Usman tidak ada yang meneruskan karena tidak memiliki anak laki-laki.

Meski demikian, Kiyai Usman memiliki anak perempuan yang bernama Halimah dan kemudian dinikahi oleh Kyai Asyari hingga memiliki 11 orang anak dan yang nomor 3 adalah KH Hasyim Asyari, pendiri NU.

Sementara pengurusan Pondok Pesantren Tambakberas dilanjutkan oleh Kyai Chasbullah.

Kyai Chasbullah memiliki putra yang bernama Abdul Wahab.

Kyai Chasbullah mengirim putranya tersebut untuk belajar agama ke tanah suci Makkah.

Setelah pulang dari Makkah, pada tahun 1914, Kyai Abdul Wahab mengubah system pendidikan di Pondok Pesantren Tambakberas dari Halaqoh menjadi Madarasah.

GENERASI KEEMPAT

Sepeninggal ayahnya, Kyai Chasbullah yang wafat pada tahun 1920, Kyai Abdul Wahab mengelola Pesantren Tambakberas dengan dibantu oleh dua adiknya yang juga lulusan Makkah, yaitu Kyai Abdul Hamid dan Kyai Abdurrohim.

Lalu pada tahun 1965, Kyai Abdul Wahab merubah nama Pondok Pesantren Tambakberas dengan nama Bahrul Ulum yang artinya lautan ilmu pengetahuan.

Nama Bahrul Ulum di Pondok Pesantren Tambakberas tetap dipergunakan hingga sekarang.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *